Thursday, March 15, 2012


Hutan Lindung Sungai Wain Obyek Wisata, Jantung Kehidupan

 
Belantara perawan di pinggir minipolitan, aneka flora-fauna khas, produsen oksigen dan sumber air baku.

HUTAN Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan hutan dataran rendah di Balikpapan, Kalimantan Timur. Belantara ini merupakan salah satu obyek ekowisata unggulan. Selain dapat menikmati alaminya hutan perawan ini, anda dapat mempelajari keanekaragaman hayati di dalamnya.
Hutan hujan tropis ini berjarak 15 kilometer ke arah utara Kota Balikpapan, tepatnya berada di Kelurahan Karang Joang. Untuk memasuki kawasan HLSW, anda hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit dari Bandara Internasional Sepinggan.
 
Jelajah Hutan
Sebelum mengeksplorasi kawasan hutan seluas 10.025 hektare itu, setiap pengunjung wajib melapor di Pos Ulin, sebuah pos penjagaan utama HLSW. Hal itu selain untuk memastikan keselamatan, juga melindungi kawasan hutan dari para perambah.
Untuk menuju bagian primer hutan, tentu saja anda harus menyiapkan bekal yang cukup, tak hanya makanan, ketahanan fisik menjadi syarat utama.
Setidaknya ada beberapa jalur perjalanan yang bisa dipilih menyesuaikan kemampuan menempuh waktu dan panjang jalur jelajah. Biasanya, pengunjung yang ingin melakukan perjalanan setengah hari bisa memilih rute lebih pendek yang biasa disebut jalur pendidikan. Namun jika ingin seharian, bahkan menginap di dalam hutan, maka jalur induk menjadi pilihan utama, seperti yang saya lakukan.
Saat yang paling tepat menjelajahi HLSW dimulai pagi hari, selepas subuh. Meski tidak ada larangan pergi jam berapa saja, namun dengan perjalanan pagi anda dapat menyaksikan hewan-hewan yang tinggal, seperti orangutan, owa, lutung dahi putih dan beruang madu.
“Pagi adalah waktu hewan-hewan tersebut beraktivitas mencari makanan. Akan menjadi pengalaman tersendiri bila bertemu mereka,” terang Fitri, Staf Litbang Unit Pelaksana Badan Pengelola HLSW yang memandu perjalanan.
Menyusuri hutan ini dimulai dengan menapaki pinggir waduk Sungai Wain. Air waduk di sungai ini merupakan salah satu pemasok utama kebutuhan air minum warga Balikpapan. Sebagai informasi tambahan, waduk Sungai Wain dibangun pada masa perusahaan Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappi pada tahun 1947 dilanjutkan oleh Shell pada tahun 1969 dan mulai tahun 1972 dikelola Pertamina.
Oleh perusahaan pengolahan minyak Indonesia itu, waduk Sungai Wain digunakan untuk kebutuhan industri dan perumahan karyawannya, namun saat ini waduk Sungai Wain juga memenuhi kebutuhan air bersih warga Balikpapan pada umumnya. Panjang sungai yang mengalir di dalam hutan lindung ini mencapai 18.300 meter dengan warna cukup jernih.
Selain dipasok dari Sungai Wain, waduk ikut menerima air dari aliran Sungai Bugis. Air sungai ini terlihat lebih jernih, kendati beberapa tahun lalu tercemar akibat kebakaran hutan. Memasuki gerbang masuk jalur penjelajahan, pengunjung akan mengetahui sebagian wilayah HLSW merupakan rawa-rawa terbuka, sehingga harus melalui jembatan kayu ulin sepanjang 400 meter, kemudian menyusuri hutan yang sedikit berbukit.
Kondisi di dalam hutan cukup terasa lembab, karena cahaya matahari terhalang oleh rimbunnya pohon-pohon yang tinggi. Di sisi lain, suara burung, gareng, dan jangkrik seperti bersautan menemani perjalanan. Flora di dalam hutan ini didominasi kayu-kayuan seperti bangkirai, kruing, ulin, dan meranti. Ada juga gaharu, pasak bumi, dan pohon bawang. Sementara buah-buahannya seperti jambu-ambuan, durian, dan cempedak.
Apabila melakukan perjalanan di musim hujan, sebaiknya berjalan menggunakan sepatu boat. Jika tidak maka banyak pacet atau lintah yang menempel di kaki dan menyedot darah. Selain itu, jalur hutan sering terhalang ranting pohon berduri yang mengharuskan para petualang berkonsentrasi dan hati-hati.
Pesona Belantara
Setelah berjalan satu jam, saya dan beberapa staf Litbang HLSW tiba di Kamp 1. Kamp ini sudah lama ditinggalkan. Tak seperti sepuluh tahun lalu, saat ini Kamp 1 jarang ditinggali para peneliti, untuk sekadar mengambil data atau melakukan observasi. Menurut informasi, Kamp 1 sering dirusak binatang seperti orangutan, dan babi hutan. Di lokasi ini, jangan berharap anda memperoleh  sinyal komuikasi.
Setelah beristirahat sejenak, perjalanan dilanjutkan menuju Kamp 2.
Banyak pohon bangkirai berukuran sangat besar dan tinggi yang ditemui di perjalanan. Tiba-tiba, kami harus berjalan pelan-pelan, karena ada suara berisik yang berasal dari atas pohon.
Kepala Fitri terus menengadah, mencari-cari sumber suara. Ia hentikan langkah agar focus mencari pemilik suara. Dengan pengalamannya Fitri terus memperhatikan pepohonan yang tingginya sekitar 20 meter tersebut. Rupanya ada orangutan yang sedang bertengger di salah satu pohon.
Bulu orangutan itu berwarna cokelat keemasan, tak kelihatan jelas seluruh tubuhnya, tetapi diyakini sedang memakan sesuatu. Ternyata primata itu tak sendiri, ada dua ekor lainnya yang tengah berayun di pepohonon.
Tak disangka, dengan cepat orangutan tersebut menyadari kehadiran manusia. Sedetik melihat ke bawah, hewan bernama latin Pongo pygmaeus itu pergi melompati satu pohon ke pohon lainnya. Hanya suara berisik dedaunan yang ditinggalkan.
“Kita beruntung pagi ini, bisa melihat orangutan walau cuma sebentar,” kata Fitri sembari mengajak pelan-pelan melanjutkan perjalanan. Kami menemukan sebuah batang seperti umbi yang biasa dimakan orangutan. Tak jauh kami melanngkah, jejak babi hutan dengan lumpur terlihat melintangi jalur yang akan kami lalui.
Salah satu hewan yang membuat penasaran ingin dilihat di tempat ini adalah beruang madu –satwa yang menjadi simbol Kota Balikpapan. Di habitat aslinya beruang madu memang sangat sulit ditemui karena kemampuannya mengetahui keberadaan manusia dari jarak jauh. Sehingga begitu mengetahui ada manusia, beruang madu segera menghindar.
“Kita bisa mengetahui keberadaan beruang madu dari bekas jejak yang ditinggalkannya seperti di tanah atau pohon,” kata Fitri.
Beberapa menit kemudian kami tiba di Kamp 2. Tidak ada yang istimewa di sini. Kamp hanya untuk beristirahat beberapa menit, karena perjalanan masih sekitar 3,5 kilometer menuju Kamp Jamaludin, destinasi utama kami. Memasuki setengah perjalanan dari Kamp 2, kami menemui suasana seperti musim gugur. Ini dikarenakan banyaknya daun dari pohon-pohon kruing yang berjatuhan. Daun-daun berjari lebar tersebut telah kering merah kekuning-kuningan.
Kondisi ini menyulitkan perjalanan karena jalur tertutup dedaunan sehingga Fitri harus mencari-cari tanda khusus yang ada di pohon. Semakin masuk ke bagian primer hutan, sangat sedikit cahaya matahari yang bisa masuk karena terhalang lebatnya pepohonan. Usai mendaki dua bukit, akhirnya kami sampai juga di Kamp Jamaludin.
Kamp ini merupakan Stasiun Penelitian Satwa di area HLSW. Letaknya berdampingan dengan salah satu aliran Sungai Bugis. Jarak kamp dengan Pos Ulin, tempat pertama masuk HLSW, diperkirakan 8 kilometer. Di sinilah tempat kami menginap.
Kamp Jamaludin masih sering didatangi orangutan dan beruang madu. Sejumlah orangutan pernah merusak salah satu kamar peneliti dan mengambil barang-barang dari dalam kamar. Di sekitarnya, ada juga koleksi anggrek hitam asli hutan lindung.
“Jika ingin merasakan segarnya air dalam hutan, pengunjung bisa mandi di sungai,” kata Fitri.
Tidak usah khawatir ketika malam tiba, sebab ada genset yang sengaja disediakan di kamp. Namun, suasana malam di tengah hutan sangat menakjubkan. Di beberapa sudut hutan, terlihat jamur-jamur kecil yang menyinarkan cahaya kuning. Ada juga beberapa bajing yang tak malu dengan manusia, ia mau mengambil makanan yang dilemparkan seperti roti.
“Biasanya yang menginap di sini secara berkelompok akan mendirikan kemah dan malamnya membuat api unggun,” kata Fitri.
Ia menyarankan, jika pengunjung ingin menginap sebaiknya menyiapkan perbekalan cukup, terutama jaket atau pakaian hangat untuk tidur. Suhu di malam hari sangat dingin, hingga membuat tubuh menggigil.
Perjalanan panjang yang melelahkan seakan terbayar ketika pagi hari, suara-suara binatang hutan begitu ramai bersahutan. Cahaya matahari menembus celah-celah pepohonan menyetak pemandangan yang menakjubkan. Udara yang segar dengan suara air mengalir dari sungai di samping kamp membuat hidup demikian tenang. Sungguh pengalaman yang sullit dilupakan.  Anda tertarik bertualang di Hutan Lindung Sungai Wain ? bagi pengalaman penjelajahan anda dengan pembaca Discover Balikpapan lainnya. (thomas depe) 

sumber : http://www.discoverbalikpapan.com/?p=23

No comments:

Post a Comment